Kamis, 19 Januari 2017

zakiah kesmas iki




  


MAKALAH
DIARE


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk melengkapi
Tugas Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Menular




Disusun Oleh:
Nama : Zakiah Indriani
NIM : 1513201008

Dosen Pembimbing:
Rafiah Maharani SKM, M.Epid



PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN INDONESIA
JAKARTA
2017



KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Diare. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata kuiah  Epidemiologi Penyakit Menular. Makalah ini berisi tentang penjelasan mengenai penyakit diare.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu rafiah Maharani Pulungan, SKM., M.Epid. selaku dosen Epidemiologi Penyakit Menular dan keluarga yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis menerima kritikkan dan saran pembaca untuk perbaikan makalah ini.







Jakarta, Januari 2017




Zakiah



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                    ii
DAFTAR ISI                                                                                                  iii
BAB I PENDAHULUAN
                                                                               1
1.1.   Latar Belakang                                                                                   1
1.2.   Rumusan Masalah                                                                              3
1.3.   Tujuan                                                                                                 3
1.3.1. Tujuan Umum                                                                           3
1.3.2. Tujuan Khusus                                                                          3
1.4.   Manfaat                                                                                               3
1.4.1. Manfaat untuk penulis                                                              3
1.4.2. Manfaat untuk pembaca                                                           3
1.4.3. untuk instansi                                                                           3
BAB II PEMBAHASAN                                                                                 4
2.1. Definisi Diare                                                                                      4
2.2. Etiologi Diare                                                                                      5
2.3. Epidemiologi Diare                                                                             8
              2.3.1 Distribusi dan Frekuensi Penyakit Diare                                   8
              2.3.2 Determinan Penyakit Diare                                                      10
      2.4. Cara Penularan Diare                                                                         11
      2.5. Gejala dan Tanda Diare                                                                     11
      2.6. Diagnosis Diare                                                                                  12
      2.7. Pengobatan Diare                                                                               13
      2.8. Permasalahan di Indonesia                                                                14
      2.9. Program Pemberantasan                                                                     17
      2.10. Tantangan                                                                                        19
BAB III PENUTUP                                                                                      20
3.1. Kesimpulan                                                                                        20
3.2. Saran                                                                                                  21
DAFTAR PUSTAKA                                                                                  22



BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Penyakit diare masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi, terutama di Negara berkembang. Setiap tahun diperkirakan 2,5 milyar kejadian diare terjadi pada anak-anak berumur dibawah lima tahun, lebih dari setengahnya terjadi di Afrika, dan Asia Selatan. Insidensnya bervariasi menurut musim dan umur anak-anak merupakan kelompok yang rentan terkena diare, insiden tertinggi pada usia dibawah 2 tahun dan menurun bertambahnya usia anak (World Health Organization, 2009; Kosek, et al 2003).
Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Di negara berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian (Aman, 2004). Di negara berkembang, anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008).
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000 penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (CFR 2,52%). Di Indonesia dilaporkan terdapat 1,6 sampai 2 kejadian diare per tahun pada balita, sehingga secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare pada balita berkisar antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000-400.000 balita. Pada survei tahun 2000 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL Depkes di 10 provinsi, didapatkan hasil bahwa dari 18.000 rumah tangga yang disurvei diambil sampel sebanyak 13.440 balita, dan kejadian diare pada balita yaitu 1,3 episode kejadian diare pertahun (Soebagyo, 2008). Hal yang menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit diare pada balita adalah perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan sanitasi lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena tubuh balita sebagian besar terdiri dari air dan daging, sehingga bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi (Irianto, 1996).
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya (Sander, 2005). Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap diare, diantaranya tidak memberikan ASI selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes, 2005). Tahun 2010 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di kecamatan Megamendung, Desa Sukamanah dengan jumlah kasus diare 110 orang dari 1.409 penduduk, kematian 2 orang (CFR 1,82%). Kejadian luar biasa (KLB) diare menimbulkan jumlah penderita dan kematian yang besar, terutama disebabkan infeksi keracunan makanan, sanitasi yang buruk, pasokan air bersih dan higine sanitasi makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan (Profil Kesehatan Kabupaten Bogor, 2010)


1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan penyakit diare?
2.      Apa saja media transmisi yang dapat ditularkan penyakit diare?
3.      Bagaimana gejala dan tanda orang yang terkena penyakit diare?
4.      Bagaimana cara diagnosis penyakit diare?
5.      Bagaimana permasalahan penyakit diare di Indonesia?
6.      Apa program pemberantasan penyakit diare?

1.3  Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang penyakit menular diare.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.  Untuk mengetahui penyakit diare
2. Untuk mengetahui media transmisi yang dapat ditularkan penyakit
              diare    
         3.  Untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit diare
         4.  Untuk mengetahui diagnosis penyakit diare
         5.  Untuk mengetahui permasalahan penyakit di Indonesia
         6.  Untuk mengetahui program pemberantasan penyakit diare

1.4  Manfaat Penulisan
1.4.1        Manfaat Bagi Penulis
Agar mendapat ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas mengenai penyakit diare.
1.4.2        Manfaat Bagi Pembaca
Sebagai bahan referensi dalam membuat karya tulis ilmiah  mengenai penyakit diare dengan tema yang sejenis dalam kurun waktu yang berbeda. 
1.4.3        Manfaat Bagi Instansi
Untuk memberikan informasi mengenai penyakit diare yang sangat berbahaya untuk kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Diare  

 Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik balita, anak-anak dan orang dewasa. Tetapi penyakit diare berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita (Zubir, 2006).
Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut Pengertian lain diare merupakan buang air besar (defekasi) dengan tinja lembek (setengah cair) degan frekuensi lebih dari tiga kali sehari atau dapat berbentuk cair saja. Batasan diare akut pada balita kurang dari 7 hari sedangkan diare akut pada dewasa berlangsung beberapa jam sampai 14 hari (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Diare merupakan penyebab kematian balita nomor dua di dunia (16%) setelah pneumonia (17%). Kematian pada anak-anak meningkat sebesar 40% tiap tahun disebabkan diare (World Health Organization, 2009). Setiap orang dapat terkena diare, dewasa rata-rata mengalami diare akut sekitar empat kali setahun, sementara anak-anak mengalami 15 kejadian diare menjelang usia lima tahun (National Institute Of Health, 2007).
Secara garis besar, World Health Organization (2009) mengelompokkan diare menjadi tiga:
1.      Diare akut, berlangsung beberapa jam atau kurang dari 14 hari, penyebabnya V.cholera, E.coli dan Rotavirus, diare menyebabkan dehidrasi.
2.      Diare berdarah (disentri), ditandai darah dalam feses disebabkan kerusakan usus dan kurang gizi, penyebab paling umum adalah Shigella.
3.      Diare persisten atau diare yang berlangsung selama 14 hari atau diare yang berkepanjangan. Masalah gizi pada anak-anak dan penyakit lainnya seperti penyakit AIDS memungkinkan terjadi diare persisten.

2.2 Etiologi Diare
a. Faktor Infeksi
Sampai beberapa tahun yang lalu kuman-kuman patogen hanya dapat diidentifikasi dari 25% tinja penderita diare akut. (Ganardi Y dkk, 2000) Beberapa kuman patogen ini adalah penyebab penting diare di semua Negara berkembang yaitu:
1.      Virus
-          Rotavirus
Rotavirus merupakan penyebab paling sering dari gastreoenteritis akut pada anak-anak dibawah lima tahun. Rotavirus banyak menyebabkan dehidrasi dan dihubungkan dengan mortalitas yang tinggi dibandingkan agen yang lain. Rotavirus diperkirakan sebagai penyebab diare cair akut pada 20%-80% anak di dunia. Merupakan penyebab kematian pada 440.000 anak dengan diare per tahunnya di seluruh dunia. Virus menyebabkan 50% semua diare pada anak yang datang berobat ke sarana kesehatan. Rotavirus dapat menyerang sel-sel usus mengubah fungsi regenerasinya. Keadaan ini menyebabkan diare dan gejala umum mislnya malaise dan demam. Penyembuhan terjadi bila permukaan mukosa telah regenerasi (DepkesRI, 1990)
2.      Bakteri
-          Vibrio Cholera
Bersumber pada makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi Vibrio colera. 
-          Salmonella sp
Salmonella yang paling sering menimbulkan diare yang paling sering pada anak ialah S.paratyphi A,B, dan C. pathogenesis salmonella sp ini seperti halnya shigella dapat melakukan invasi ke dalam mukosa usus halus sehingga juga dapat dijumpai lender. Separuh dari kasus-kasus dilaporkan menjadi baik dalam beberapa hari, sedangkan sebagian lainnya diare berlangsung terus tanpa mempengaruhi keadaan umum pencerita. (Garnadi Y dkk, 200; Suharyono, 2008)

-          Shigella sp
Genus Shigella dibagi menjadi 4 kelompok serologic yaitu:
1.      Shigella flexneri, adalah kelompok yang paling sering terdapat di Negara berkembang.
2.      Shigella sonei, adalah kelompok yang terdapat di Negara maju.
3.      Shigella dysentriae, adalah tipe 1 yaitu penyebab epidemic dengan angka kematian tinggi.
4.      Shigella boydii, kelompok ini jarang ditemui.
Pada umumnya shigella hanya umunya ditemukan pada manusia dan beberapa jenis binatang primate. Penyebarannya melalui kontak langsung antara orang yang satu dengan orang lainnya. Dengan dosis infeksius yang rendah (10-100 organisme) sudah dapat menyebabkan sakit. Penularan penyakit terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Depkes RI, 1990)
-          Echereria Coli
Sampai saat ini ditemukan lima kelompok E.coli yaitu exterotoxigenic (ETEC), enteropathogenic (EPEC), entroadherent (EAEC), enteroinvasive (EIEC), dan enterohaemorhagic (EHEC). Biasanya bersumber dari makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh bakteri echereria coli (Depkes RI, 1990).



3.      Parasit
Infeksi parasit pada diare meliputi Criptosporidium, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia Balantidium coli, Ascaris, Trichuris, dan Strongiloides. Diare akibat parasit-parasit ini menyebabkan diare cair yang yang bertahan lebih dari satu minggu. Manifestasi klinis lainnya dapat berupa nyeri abdomen, demam, anoreksia, dan nausea. (ribonson dan Roberton, 2003)
b. Malabsorbsi laktosa
Malabsorbsi karbohidrat, gejalanya ditandai dengan muntahnya anak setiap mengkonsumsi karbohidrat, fases yang sangat asam, sakit di daerah perut. Jika sering diare maka pertumbuhan pada anak akan terganggu. (Asnil P dkk, 2003)
c. Keracunan makan dan minuman
Keracunan dapat berasal dari bahan-bahan kimia maupun dari bakteri. Gastroentris yang terjadi biassanya ringan meskipun dapat menjadi berat dengan gejala nyeri perut, diare berat, dehidrasi, dan syok. (Asnil P dkk, 2003)
d. Alergi
Alergi juga dapat menyebabkan diare, terutama alergi terhadap protein. Umumnya dialami oleh anak yang menderita celiac disease yaitu sistem pencernaannya yang hipersensitif terhadap gluten (jenis protein yang terkandung di dalam biji-bijian). (Asnil P dkk, 2003)

Lebih dari 90% kasus diare akut adalah disebabkan oleh agen infeksius (Ahlquist dan Camilleri, 2005).  Diare dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain; infeksi bakteri seperti Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya; infeksi parasit seperti cacing (Ascaris, Trichiuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans) (Kliegman, 2006).
Diare dapat juga disebabkan oleh intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi namun tetap sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi. Di Indonesia, penyebab utama diare adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E. Coli, dan Entamoeba histolytica (Depkes RI, 2000).

2.3 Epidemiologi
      2.3.1 Distribusi dan Frekuensi Penyakit Diare
      a. Menurut Orang
Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak yang lebih  besar. Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Hasil survei Program Pemberantasan (P2) Diare di Indonesia menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 301 per 1.000 penduduk dengan episode diare balita adalah 1,0 – 1,5 kali per tahun. Survei  Departemen Kesehatan tahun 2003 penyakit diare menjadi penyebab kematian nomor dua pada balita, nomor tiga pada bayi, dan nomor lima pada semua umur. Kejadian  diare pada golongan balita secara proporsional lebih banyak dibandingkan kejadian diare pada seluruh golongan umur yakni sebesar 55 %.Berdasarkan Survei Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Dit jen PPM-PL) jumlah kasus diare pada tahun 2005 di Sulawesi Selatan berdasarkan umur yang paling tinggi terjadi pada usia >5 tahun yaitu sebesar 100.347 kasus sedangkan kematian yang paling banyak terjadi berada pada usia <1 tahun yakni sebanyak 25 kematian.Perbedaan  sifat keadaan karateristik personal/individu secara tidak langsung dapat memberikan perbedaan pada sifat/keadaan keterpaparan faktor resiko penyakit diare maupun derajat resiko penyakit diare serta reaksi individu terhadap setiap keadaan keterpaparan, sangat berbeda dan dipengaruhi oleh berbagai sifat karateristik tertentu. Sifat karateristik itu antara lain: umur, jenis kelamin, kelas sosial, jenis pekerjaan, penghasilan, golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga, dan paritas. Hasil penelitian Zulkifli (2003) dengan desain cross sectional di Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie menunjukkan bahwa diare terbanyak pada anak balita dengan kelompok umur < 24 bulan.
b. Menurut Tempat
Penyakit diare tidak hanya terdapat di nega berkembang, akan tetapi juga dijumpai di Negara industri bahkan di Negara yang sudah maju sekalipun, hanya saja di Negara maju keadaaan penyakit diare infeksinya jauh lebih kecil.
Berdasarkan Ditjen PPM &PL tahun 2005 bahwa KLB diare yang paling tinggi, yang paling besar terjadi penyakit diare di daerah NTT dengan jumlah penderita 2.194 orang dengan CFR sebesar 1,28% diikuti oleh Kota Banten dengan jumlah penderita 1.371 orang dengan CFR 1,9%. Hal ini disebabkan tingkat sanitasi masyarakat masih rendah, dimana pada daerah NTT tersebut terjadi kekurangan air, sehingga aktivitas mereka terbatasi dengan minimnya persediaan air.
Pada tahun 2004 di Indonesia diare merupakan  penyakit dengan frekuensi KLB ke lima setelah DBD, Campak, Tetanus Neonatorum dan keracunan makanan. Angka kesakitan diare di Kalimantan Tengah dari tahun 2002-2004 fluktuatif dari 15,87-23,45. Pada kasus 2005 kasus diare 35,53% terjadi pada balita.
Berbagai penelitian tentang diare telah dilakukan di berbagai tempat. Hasil penelitian Kasman di Puskesmas Air Dingin di Kecamatan Kota tengah  kota padang Sumatera Barat (2003) dengan desain Cross Sectional didapatkan proporsi diare pada anak balita sebesar 69,1%.
c. Menurut Waktu
Masih seringnya terjadi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) diare menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang sangat penting. Di Indonesia, KLB diare masih terus terjadi hampir di setiap musim sepanjang tahun.
Angka kesakitan diare tahun 2000 berdasarkan Survei Ditjen PPM-PL adalah 301 per 1.000 penduduk dan episode pada balita 1,3 kali per tahun. Pada tahun 2003 angka kesakitan diare meningkat menjadi 374 per 1.000 penduduk dan episode pada balita 1,08 kali per tahun. Cakupan penderita diare yang dilayani dan dilaporkan selama lima  tahun terakhir cenderung menurun. Sementara itu jumlah penderita diare yang dapat dihimpun dalam lima tahun terakhir ditemukan bahwa jumlah penderita yang dilaporkan paling tinggi yakni pada tahun 2000 sebesar 4.771,340 penderita, sedangkan jumlah penderita dilaporkan paling rendah yakni 2005 sebesar 596.050 penderita. 
2.3.2 Determinan Penyakit Diare
Menurut Depkes RI (2005) Penyebab diare ditinjau dari host, agent, dan environment, yang diuraikan sebagai berikut:
a.      Host
Faktor pada host yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.
b.      Agent
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
c.       Environment
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilakumanusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.
2.4 Cara Penularan Diare
Menurut junadi, purnawan dkk, (2002), bahwa penularan penyakit diare pada balita biasanya melalui jalur fecal oral terutama karena: (1) Menelan makanan yang terkontaminasi (makanan sapihan dan air). (2) Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan kuman perut : (a) Tidak memadainya penyediaan air bersih, (b) kekurangan sarana kebersihan dan pencemaran air oleh tinja, (c) penyiapan dan penyimpanan makanan tidak secara semestinya. Cara penularan penyakit diare adalah Air (water borne disease), makanan (food borne disease), dan susu (milk borne disease).
Menurut Budiarto (2002) bahwa secara umum faktor resiko diare pada dewasa yang sangat berpengaruh terjadinya penyakit diare yaitu faktor lingkungan (tersedianya air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air limbah), perilaku hidup bersih dan sehat, kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan, alergi, malabsorbsi, keracunan, imunodefisiensi, serta sebab-sebab lain. Sedangkan menurut Sutono (2008) bahwa pada balita faktor resiko terjadinya diare selain faktor intrinsik dan ekstrinsik juga sangat dipengaruhi oleh perilaku ibu dan pengasuh balita karena balita masih belum bisa menjaga dirinya sendiri dan sangat bergantung pada lingkungannya. Dengan demikian apabila ibu balita atau ibu pengasuh balita tidak bisa mengasuh balita dengan baik dan sehat maka kejadian diare pada balita tidak dapat dihindari. Diakui bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya diare tidak berdiri sendiri, tetapi sangat kompleks dan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan satu sama lain, misalnya faktor gizi, sanitasi lingkungan,
keadaan sosial ekonomi, keadaan sosial budaya, serta faktor lainnya. Untuk terjadinya diare sangat dipengaruhi oleh kerentanan tubuh, pemaparan terhadap air yang tercemar, sistem pencernaan serta faktor infeksi itu sendiri. Kerentanan tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, status gizi, perumahan padat dan kemiskinan.

2.5 Gejala dan Tanda Diare
Menurut Widjaja (2000), gejala-gejala diare adalah sebagai berikut :
a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi.
b. Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah.
c. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.
d. Lecet pada anus.
e. Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang.
f. Muntah sebelum dan sesudah diare.
g. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah), dan
h. Dehidrasi (kekurangan cairan).
Dehidarsi dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidarsi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%. Jika cairan yang hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah, tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran menurun dan penderita sangat pucat (Widjaja, 2000).
Tanda-tanda diare adalah buang air besar cair lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari., terkadang di sertai dengan muntah berulang-ulang, rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam dan tinja berdarah. (Depkes RI, 2007)

2.6 Diagnosis Diare
a. Pada diare, pemeriksaan abdomen dapat mendeteksi hiperperistaltik dengan borborygmi (bunyi pada lambung). Pemeriksaan rektal dapat mendeteksi massa atau kemungkinan fecal impaction, penyebab utama diare pada usia lanjut.
b. Pemeriksaan turgor kulit dan tingkat keberadaan saliva oral berguna dalam memperkirakan status cairan tubuh. Jika terdapat hipotensi, takikardia, denyut lemah, diduga terjadi dehidrasi. Adanya demam mengindikasikan adanya infeksi.
c. Untuk diare yang tidak dapat dijelaskan, terutama pada situasi kronis dapat dilakukan pemeriksaan parasite dan ova pada feses, darah, mukus dan lemak. Selain itu juga dapat diperiksa osmolaritas feses, pH, dan elektrolit (Sukandar dkk, 2008).

2.7 Pengobatan Diare
Pengobatan diare antara lain sebagai berikut:
2.7.1. Pemberian cairan
Sebelum dehidrasi terjadi, penderita diberi minuman, seperti larutan oralit (larutan gula dan garam) atau larutan tepung beras dan garam setiap buang air beras. Cara-cara pemberian oralit sebagai berikut.
a. Tuangkan satu bungkus oralit ke dalam gelas yang berisi 200 cc air matang/air minum dan aduk sampai rata.
b. Minumkan cairan oralit tersebut segera sedikit demi sedikit. Takaran cairan oralit yang diberikan dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 2.7.1 Takaran Pemberian Oralit (Sulistijani dan Herliyanti, 2001)

Usia Anak
3 Jam Pertama
Selanjutnya Setiap Kali Diare
Kurang dari 1 tahun (bayi)
1 ½ gelas
½ gelas
Kurang dari 5 tahun (balita)
3 gelas
1        gelas

2.7.2 Pemberian Zinc
      Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak.
Komposisi :
Zinc sulfate 54,9 mg setara dengan zinc 20 mg.
Indikasi :
Pengobatan diare pada anak di bawah 5 tahun, diberikan bersama oralit.
Efek samping :
Pemakaian jangka panjang dosis tinggi menyebabkan konsentrasi lipoprotein plasma dan absorbsi tembaga.
Dosis :
1. Bayi 2-6 bulan : ½ tablet dispersibel (10 mg zink) diberikan setiap hari
selama 10 hari berturut-turut.
2. Anak 6 bulan- 5 tahun : 1 tablet dispersibel (20 mg zinc) diberikan setiap hari selama 10 hari berturut-turut bahkan ketika diare telah
berhenti (Anonim, 2011).

2.8 Permasalahan di Indonesia
  Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Menurut hasil Riskesdas 2007, diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian yang ke-empat (13,2%). Pada tahun 2012 angka kesakitan diare pada semua umur sebesar 214 per 1.000 penduduk dan angka kesakitan diare pada balita 900 per 1.000 penduduk (Kajian Morbiditas Diare 2012).
Menurut Riskesdas 2013, insiden diare (≤ 2 minggu terakhir sebelum wawancara) berdasarkan gejala sebesar 3,5% (kisaran provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3%-10,2%).  Menurut Riskesdas 2013, insiden diare (≤ 2 minggu terakhir sebelum wawancara) berdasarkan gejala sebesar 3,5% (kisaran provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3%-10,2%). Sedangkan period prevalence diare (>2 minggu-1 bulan terakhir sebelum wawancara) berdasarkan gejala sebesar 7%. Gambar 6.21 berikut ini menggambarkan period prevalence diare menurut provinsi.


GAMBAR 2.8.1  PERIOD PREVALENCE DIARE (> 2 MINGGU – 1 BULAN SEBELUM WAWANCARA) MENURUT GEJALA, RISKESDAS 2013
Sumber : Balitbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2013
Pada tahun 2013 terjadi 8 KLB yang tersebar di 6 Propinsi, 8 kabupaten dengan jumlah penderita 646 orang dengan kematian 7 orang (CFR 1,08%). Sedangkan pada tahun 2014 terjadi 6 KLB Diare yang tersebar di 5 propinsi, 6 kabupaten/kota, dengan jumlah penderita 2.549 orang dengan kematian 29 orang (CFR 1,14%).

Table 2.8.1 Situasi KLB Diare Tahun 2014

Provinsi
Kabupaten
Kasus
Meninggal
CFR (%)
Sumatra Utara
Tapanuli Selatan
79
2
3,57

Padang lawas Utara
78
2
0,00
Sulawesi Selatan
Enrekang
44
1
0,00
Lampung
Pesawaran
1
1
100
NTT
Timor Tengah selatan
2,089
23
1,10
Jawa Timur
Pasuruan
258
0
0,00


2,549
29
1,14
   Sumber: Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, 2015
Secara nasional angka kematian (CFR) pada KLB diare pada tahun 2014 sebesar 1,14%. Sedangkan target CFR pada KLB Diare diharapkan <1%. Dengan demikian secara nasional, CFR KLB diare tidak mencapai target program. 
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.)
Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat.
2.9 Program Pemberantasan                                  
Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian diare Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan RI, melalui Dinas Kesehatan melakukan beberapa upaya sebagai berikut (Depkes RI, 2007):
1.      Meningkatkan kuantitas dan kualitas Tatalaksana Penderita diare melalui pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), dan Pelembagaan Pojok Oralit.
2.      Mengupayakan Tatalaksana Penderita diare di Rumah Tangga secara tepat dan benar.
3.      Meningkatkan Upaya Pencegahan melalui kegiatan KIE, dan meningkatkan upaya kesehatan bersumber masyarakat.
4.      Meningkatkan sanitasi lingkungan.
5.      Peningkatan Kewaspadaan Dini dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Diare

Program pemberantasan penyakit diare, juga mencakup kegiatan Pencegahan Penyakit Diare, yang diharapkan dapat memberi dukungan untuk menurunkan angka kejadian kematian akibat diare. Adapun upaya pencegahan penyakit diare untuk masyarakat, meliputi (Depkes RI, 2007):
1. Penggunaan botol susu dan dot yang steril, penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan di lingkungan yang panas, sering
menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat tercemar oleh kuman-kuman/ bakteri penyebab diare.
2. Menggunakan air bersih yang cukup. Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah, dan yang harus diperhatikan oleh keluarga: ambil air dari sumber air yang bersih, ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air, pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak mandi, gunakan air yang direbus, cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup. Menurut Chandra (2007), Air bersih adalah air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
3. Mencuci tangan dengan sabun, kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.
4. Menggunakan jamban, pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat dan keluarga harus buang air besar di jamban, dan yang harus diperhatikan oleh keluarga: keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga; bersihkan jamban secara teratur; bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air besar sendiri, hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki.
 5. Membuang tinja balita yang benar. Banyak orang yang beranggapan bahwa tinja balita itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja balita dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja balita harus dibuang secara bersih dan benar; dan yang harus diperhatikan oleh keluarga: Kumpulkan segera tinja balita dan buang ke jamban, Bantu anak-anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah dijangkau olehnya, Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun, Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangannya dengan sabun.
6. Pemberian Imunisasi campak. Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan. Penyakit diare disebabkan oleh mikro organisme (seperti bakteri, parasit, protozoa, dan virus) melalui kontaminasi makanan dan minuman yang tercemar tinja, sedangkan faktor yang berpengaruh lainnya meliputi faktor pejamu dan faktor lingkungan. Untuk kasus diare pada balita, perilaku orang dewasa yang menangani makanan merupakan salah satu faktor penting. Sehingga meningkatkan pengetahuan dan merubah sikap ibu rumah tangga dengan anak balita tentang perilaku hidup bersih dan sehat, diharapkan terjadi penurunan jumlah insiden diare di kelompok balita (Depkes RI, 2007).

2.10 Tantangan
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait  dengan masalah air minum, higine dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.
Berdasarkan studi Basic Human Service (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah setelah membuang air besar 12%, setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, sebelum makan 14%, sebelum memberi makan bayi 7%, dan sebelum menyiapkan makan 6%. Sementara hasil studi BHS lainnya mengenai perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukkan 99.20% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50% dari air tersebut masih mengandung Echericia coli.
           




BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
                                   
1.         Penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah.  
2.          Menurut junadi, purnawan dkk, (2002), bahwa penularan penyakit diare pada balita biasanya melalui jalur fecal oral terutama karena: (1) Menelan makanan yang terkontaminasi (makanan sapihan dan air). (2) Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan kuman perut : (a) Tidak memadainya penyediaan air bersih, (b) kekurangan sarana kebersihan dan pencemaran air oleh tinja, (c) penyiapan dan penyimpanan makanan tidak secara semestinya. Cara penularan penyakit diare adalah Air (water borne disease), makanan (food borne disease), dan susu (milk borne disease).
3.   Menurut Widjaja (2000), gejala-gejala diare yaitu Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah, Suhu badannya pun meninggi, Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah, Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu, Lecet pada anus, Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang, Muntah sebelum dan sesudah diare, Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah), dan Dehidrasi (kekurangan cairan). Tanda-tanda diare adalah buang air besar cair lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari., terkadang di sertai dengan muntah berulang-ulang, rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam dan tinja berdarah. (Depkes RI, 2007)
4.      a. pemeriksaan abdomen dapat mendeteksi hiperperistaltik dengan borborygmi (bunyi pada lambung). Pemeriksaan rektal dapat mendeteksi massa atau kemungkinan fecal impaction, penyebab utama diare pada usia lanjut.
b. Pemeriksaan turgor kulit dan tingkat keberadaan saliva oral berguna dalam memperkirakan status cairan tubuh. Jika terdapat hipotensi, takikardia, denyut lemah, diduga terjadi dehidrasi. Adanya demam mengindikasikan adanya infeksi.
c. Untuk diare yang tidak dapat dijelaskan, terutama pada situasi kronis dapat dilakukan pemeriksaan parasite dan ova pada feses, darah, mukus dan lemak. Selain itu juga dapat diperiksa osmolaritas feses, pH, dan elektrolit (Sukandar dkk, 2008).
5.      Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Menurut hasil Riskesdas 2007, diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian yang ke-empat (13,2%)
6.      program pemberantasan penyakit diare di masyarakat adalah melalui upaya pencegahan dengan pendekatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang bertujuan terwujudnya masyarakat yang mengerti, menghayati, dan melaksanakan hidup sehat melalui pendekatan KIE sehingga kesakitan dan kematian karena diare dapat dicegah. Adapun Strategi pemberantasan penyakit diare, adalah: (1) Advokasi, melaksanakan pendekatan kepada para pengambil keputusan sesuai tingkat administratif pelaksana program baik lintas program maupun sektor guna mendukung pelaksanaan program pemberantasan penyakit diare; (2) Melaksanakan upaya untuk mengembangkan norma hidup sehat di masyarakat untuk mendapatkan social support dalam komunikasi pemberantasan penyakit diare; (3) Mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan masyarakat dalam melaksanakan tatalaksana penderita diare dan pencegahan diare atau empowerment. (Depkes RI, 2007)

3.2  Saran
Penyakit Diare adalah salah satu penyakit yang banyak menyerang anak usia bayi dan balita karena imunitas bayi dan balita yang sangat rentan terhadap penyakit terutama penyakit menular diare. Sebaiknya masyarakat Indonesia agar dapat mencegah, serta memberi pengobatan segera tidak ditunda-tunda karena akan menyebabkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA

Hiswani. Diare Merupakan Masalah Kesehatan Masyarakat Yang Kejadiannya Sangat Erat Dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan. Universitas Sumatera Utara. 2003      
l
ibrary.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani7.pdf (22 Desember 2016)
wibowo, Hari. Gambaran Epidemiologi Penyakit Diare. Depok. Skripsi, 2012  lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318411-S-PDF-Hari%20Wibowo.pdf (22 Desember 2016)
Gunawan, R. Tinjauan Pustaka. Sumatera Utara, 2010. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19780/4/Chapter%20II.pdf (22 Desember 2016)
Ishak, Asab. Tinjauan Pustaka. Sumatera Utara. 2011 repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23245/4/Chapter%20II.pdf (22 Desember 2016)
Semviring, S. Tinjauan Pustaka. Sumatera Utara. 2014 repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41917/4/Chapter%20II.pdf (22 Desember 2016)
Nandri D. Tinjauan Pustaka. Sumatera Utara. 2014 repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42328/4/Chapter%20II.pdf ‎2014 (22 Desember 2016)

Hidayanti, Rahmi. Faktor Resiko Diare. Depok. Skripsi, 2012. lib.ui.ac.id/file?file=digital/20320735-S-Rahmi%20Hidayanti.pdf
Agtini, Destri M dkk. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta: Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2011 www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-diare.pdf (22 Desember 2016)
Primadi, Oscar dkk. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI, 2015 www.depkes.go.id/resources/.../profil...indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2014.pdf (22 Desember 2016)
Wibowo, Hari. Gambaran Epidemiologi Penyakit Diare. Depok, 2012  lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318411-S-PDF-Hari%20Wibowo.pdf (22 Desember 2016)                                       
Zein, U. Diare Infeksi Bateri. Universitas Sumatera Utara. library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar5.pdf (22 Desember 2016)
Anonim. Tinjauan pustaka. Universitas Sumatera Utara. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44773/4/Chapter%20II.pdf (9 Januari 2017)
Nuri, R. Tinjauan Pustaka. Sumatera Utara. 2011
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24904/4/Chapter%20II.pdf (10 Januari 2017)
Anonim. Saatnya Memilih Yang baik. Jawa Barat. www.diskes.jabarprov.go.id/application/modules/pages/files/STBM2.pdf  (10 Januari 2017)